Segalanya bermula tatkala seorang penggembala domba Tibet
menunjukkan jalan kepadanya ke arah gua yang dihuni seorang pertapa.
"Di sana Anda akan dapat menginap dan akan mendapat sambutan
hangat," ujar penggembala itu. Jenderal George Pereira bernapas lega.
Selama hidupnya belum pernah dia merasa Iebih seperti sekarang dan
dengan berjalan terhuyung-huyung dia menempuh jalan ke tempat
peristirahatan yang terdekat itu.
Jenderal Pereira, seorang tentara lnggris yang sudah pensiun,
sedang melakukan perjalanan kaki secara maraton dari Shanghai,
menjelajah negeri Cina dan Tibet menuju ke Laut Kaspia. Sebelum itu tak
ada orang yang berani melakukannya dan Pereira sendirian menempuhnya.
Dia bertolak pada bulan Maret 1920 dan kini, beberapa bulan kemudian,
dia sudah berada di daerah Tibet.
Setengah jam setelah bertemu dengan penggembala domba itu, akhirnya
dia tiba di gua dan disambut oleh pertapa Tibet itu dalam bahasa Italia
yang fasih, kendati dengan gaya lama. Hal ini membuat Pereira tertegun
heran, setelah dia mengetahui bahwa pertapa itu tidak pernah
meninggalkan guanya sejak dia masih kanak-kanak dan bahwa Pereira adalah
orang Eropa pertama yang dijumpainya.
Ini pun bukan satu-satunya hal menakjubkannya di tempat itu.
Manakala mereka memperbincangkan perjalanan Pereira yang luar biasa itu
sang pertapa kemudian mengutarakan kepadanya tentang adanya sebuah
gunung yang diberi nama Amne Machen. Gunung itu terletak ratusan mil
lebih jauh. di pedalaman Tibet, dan merupakan gunung yang tertinggi di
seluruh dunia. Tidaklah mengherankan jika Pereira sukar untuk
mempercayainya, walaupun dia sendiri sudah menyaksikan pundak Everest di
Pergunungan Himalaya, gunung tertinggi di dunia itu. Namun pertapa itu
pun tahu juga tentang puncak Everest. Dan dia tetap berpegang pada
pendiriannya, bahwa Amne Machen itu masih lebih tinggi ribuan kaki lagi.
Sampai larut malam mereka mempercakapkan gunung itu, sebuah gunung
yang agaknya dilindungi oleh penduduk pribumi yang masih liar dan juga
oleh suatu kutukan. Sekiranya ada orang asing yang berhasil menghindari
orang-orang Ngolok yang galak itu, yang sudah selama generasi demi
generasi menjaga gunung itu, maka kutuk Anne Machen masih akan dapat
menimpanya, demikian tutur pertapa itu.
Menurut pertapa itu, kemungkinan besar daya kutuk itu tidak akan
segera memperlihatkan keampuhannya. Tetapi tidak akan ada orang asing
yang dapat hidup lebih panjang lagi setelah menyaksikan Gunung Amne
Machen. Misteri itu segera saja membangkitkan rasa ingin tahu Pereira
dan dia sudah bertekad bahwa jika benar bukit Amne Machen itu ada, maka
betapapun risikonya, dia harus dapat melihatnya. Sebuah gunung yang
lebih tinggi lagi daripada Mount Everest, kedengarannya mustahil juga.
Setahun lebih Pereira berkelana di Tibet dan Cina, mengikuti
petunjuk-petunjuk yang paling remeh sekalipun, dan tak henti-hentinya
mencari Amne Machen. Penduduk pribumi yang diajaknya bicara mengenai hal
ini tidak seperti biasanya suka tutup mulut saja. Mereka memperingatkan
agar dia menjauhi bukit itu. Suatu tempat yang terkutuk, kata mereka,
lebih-lebih bagi orang asing.
Pada akhirnya impiannya itu menjadi kenyataan juga. Pada suatu hari
tatkala sedang berdiri di salah satu puncak bukit, dia dapat melihat
Amne Machen di kejauhan pada jarak beberapa ratus mil. Ribuan kaki di
atas gumpalan awan menjulang gugusan gunung raksasa itu. Sedemikian
tinggi gunung itu sehingga dalam memandangnya saja Pereira merasa sesak
napas.
Pereira pernah melawat ke berbagai tempat di dunia ini. Dia sudah
menyaksikan Pergunungan Canadian Rockies, pernah mendaki puncak-puncak
Pergunungan Himalaya dan menjelajah Pergunungan Andes di Amerika
Selatan. Namun tak ada yang sampai membuat¬nya terpana seperti pada
waktu memandang Amne Machen ini. Dia sudah merasa pasti bahwa dia sudah
menyaksikan gunung yang paling hebat di dunia dan serta-merta dia sudah
memutuskan untuk pulang ke Inggris kemudian mempersiapkan suatu
ekspedisi untuk mendaki gunung itu.
Semangatnya sudah meluap-luap dalam harapan akan termasyhur sebagai
orang yang menemukan sesuatu yang terbesar dalam abad itu, sehingga dia
sama sekali sudah melupakan peringatan sang pertapa mengenai adanya
kutukan pada bukit itu.
Tatkala Pereira tiba di sebuah dusun yang terletak di perbatasan Tibet
dan Cina, dia berjumpa dengan Joseph Rock, orang Amerika pelanglang
buana tersohor. Diutarakannya tentang penemuannya itu namun orang
Amerika itu tak mau mempercayainya. Namun semakin lama mereka
memperbicangkannya, Rock pun semakin dapat mempercayai bahwa Pereira
sudah menemukan sesuatu yang hebat.
Keesokan paginya Pereira bertolak menuju ke arah pantai dalam
perjalanan pulang, namun ketika itulah maut menyergapnya, Beberapa jam
setelah dia bersama suatu rombongan pedagang meninggalkan wilayah Tibet
masuk negeri Cina. Pereira tiba-tiba jatuh dari atas kudanya lalu kedua
belah tangannya menekap dada di arah jantungnya. Sekonyong-konyong dia
berpaling memandang ke arah Tibet, setelah itu dia meregang nyawa dan
tersungkur mati!
Apakah kutuk Amne Machen yang menumbangkannya? Orang-orang Tibet
dan Cina memang berpendapat begitu. Para pedagang yang sudah tahu bahwa
Pereira pernah menyaksikan gunung itu, tidak ada yang mau menjamah
mayatnya. Mereka meninggalkannya begitu saja dan pada hari berikutnya
baru melaporkan kematian Pereira kepada seorang misionaris Inggris, yang
selanjutnya menguburkan jenazah orang yang malang itu.
Semua orang yang pernah mengenal pensiunan jenderal Inggris ini
merasa heran mengenai kematiannya yang kiranya disebabkan oleh serangan
penyakit jantung itu, sebab dia selalu tampak sehat dan penuh semangat.
Tatkala dia memulai perjalanannya itu umurnya baru saja melampaui 40
tahun. Merekapun tidak percaya ada suatu kutukan yang telah membunuhnya.
Tak ada yang percaya pada kisah tentang adanya gunung itu....
sampai kemudian pada masa perang dunia kedua beberapa orang penerbang
tentara Sekutu melaporkan, bahwa mereka nyaris celaka kalau tidak tepat
pada waktunya dapat menghindari sebuah gunung yang secara misterius
berada di daerah perbatasan Cina dan Tibet.
Penerbang-penerbang ini sangat heran, sebab alat penunjuk
ketinggian memperlihatkan ketinggian-ketinggian terbang lebih dari
10.000 meter hampir seribu kaki lebih tinggi daripada Mount Everest.
Beberapa tahun seusai perang dunia. seorang wartawan Amerika yang
tertarik sekali oleh cerita dan peristiwa yang menimpa diri mendiang
Pereira, mencoba mencari gunung yang misterius itu dan selanjutnya
menyatakan, bahwa dia sudah berhasil menyaksikan Amne Machen.
Sayangnya peralatan ilmiah untuk mengukur ketinggian gunung itu
telah rusak akibat perlakuan kasar orang-orang pribumi yang membawanya
dan pengangkutan dengan kuda melalui daerah-daerah yang alamnya masih
liar.
Terdapat tiga orang kulit putih dalam rombongan itu. Salah seorang
di antaranya tewas tertimpa tanah longsor beberapa hari setelah mereka
berhasil menyaksikan Amne Machen. Orang kulit putih yang kedua meninggal
di Peking karena serangan penyakit tifus, sedangkan wartawan itu
sendiri tewas tenggelam beberapa bulan kemudian. Benarkah kutuk Amne
Machen yang menewaskan orang-orang ini? Dikatakan orang, bahwa yang
pasti, tidak ada orang asing yang mengaku telah berrhasil melihat Amne
Machen, dapat hidup lebih lama.
0 komentar:
Posting Komentar